Lompat ke konten
Home » Piala Dunia 2014, Pudarnya Magis Tanah Latino

Piala Dunia 2014, Pudarnya Magis Tanah Latino

  • oleh

Piala Dunia 2014 sempat memberi harapan bagi tim-tim Amerika Selatan untuk kembali berjaya, terutama Brasil yang nyaris tanpa saingan saat terpilih menjadi tuan rumah. Negeri Samba tersebut sempat mendapat saingan dari Kolombia di awal masa pencalonan sebelum akhirnya ditunjuk oleh FIFA pada bulan Oktober 2007. Ini adalah piala dunia edisi pertama yang digelar di kawasan CONMEBOL sejak 1978. Sepanjang sejarah penyelenggaraan kompetisi akbar ini, tanah Latino memiliki daya magis yang selalu menjadi momok bagi tim-tim luar benua Amerika. Sayangnya, semua itu hanya tinggal cerita dan mitos masa lalu belaka. 

Serba-serbi Piala Dunia 2014

Brasil 2014 tidak memiliki banyak fakta menarik piala dunia. Namun, sejumlah perubahan besar diperkenalkan yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dalam laga sepakbola modern. Pasang taruhan anda untuk laga-laga Piala Dunia 2022 di link alternatif m88. Berikut serba-serbi piala dunia terakhir di tanah Latino: 

  • Bosnia Herzegovina merupakan satu-satunya tim yang menjalani debutnya.
  • Teknologi goal-line mulai diperkenalkan setelah dicoba penerapannya selama Piala Konfederasi 2013.
  • Penggunaan cairan semprotan di lapangan oleh para wasit sebagai penanda garis 10 yard sebagai jarak antara pagar betis pemain lawan dan eksekutor tendangan bebas. 
  • Jeda cooling break diperkenalkan sebagai antisipasi dehidrasi pemain akibat cuaca panas dengan tingkat kelembaban yang tinggi selama turnamen. 
  • Bola resmi piala dunia Brazuca tidak lagi menjadi sasaran kritik layaknya Jabulani di 2010.
  • Paspor biologi pemain mulai dipergunakan. 
  • Luis Suarez mendapat larangan bermain selama 4 bulan akibat insiden gigit bahu kepada Giorgio Chiellini saat laga Uruguay vs Italia.

Kejayaan Generasi Baru Tim Panser

Piala dunia 2014 menandai kejayaan generasi baru sepakbola Jerman yang tidak lagi kaku dan minim fleksibilitas. Die Mannschaft di bawah asuhan Joachim Low yang telah dipersiapkan sejak Piala Eropa 2008 benar-benar menjelma sebagai kekuatan yang tak tertandingi yang tidak lagi mempan oleh daya magis tanah Latino dengan gaya permainan yang justru lebih atraktif ketimbang tim-tim asal Amerika Selatan sendiri. Phillip Lahm dkk telah tampil menyakinkan sejak laga perdana dengan menggilas Portugal 4-0 sebelum ditahan Ghana dan unggul tipis atas AS. Di fase gugur, Jerman pun bisa melewati Aljazair dan Prancis sebelum melumat tuan rumah 7-1 yang merupaka rekor kemenangan terbesar di babak semifinal. 

Lawan mereka di partai puncak adalah tim Tango yang dipimpin oleh sang bintang Leo Messi. Setelah melewati rintangan Bosnia, Iran dan Nigeria, tim besutan Alejandro Sabella menaklukkan Swiss, Belgia dengan skor tipis plus menyingkirkan Belanda via adu tos-tosan setelah hanya bermain imbang tanpa gol. Argentina akhirnya lolos ke final pertamanya sejak edisi Italia 1990. 

Sayangnya, dewi fortuna justru menjauhi Albiceleste di final. Mereka memiliki setidaknya tiga peluang emas yang terbuang plus satu gol dari Gonzalo Higuian yang dianulir. Argentina yang terlalu mengandalkan Messi alih-alih keseluruhan anggota skuadnya sepanjang turnamen memang sempat memaksakan laga harus ditentukan lewat babak perpanjangan waktu atau adu penalti. Namun, nasib berkata lain. Die Mannschaft lah yang justru tampil solid di semua lini dengan mengandalkan kombinasi gaya bermain tiki-taka dan counterpressing. Mereka mampu membuat Messi tak berkutik sebelum akhirnya mencuri gol kemenangan lewat penyerang pengganti Mario Gotze di masa perpanjangan waktu. Gelar juara keempat kalinya pun jatuh ke tangan mereka. 

 

Top skor: James Rodriguez (Kolombia)  – 6 gol.

Pemain terbaik: Lionel Messi (Argentina)

Pemain muda terbaik: Paul Pogba (Prancis)