Lompat ke konten
Home » Piala Dunia 1986, Embrio Piala Dunia Modern

Piala Dunia 1986, Embrio Piala Dunia Modern

  • oleh

Piala dunia 1986 dalam berbagai hal bisa dianggap sebagai embrio turnamen akbar empat tahunan itu di era modern. Hal ini bukan hanya menyangkut format kompetisi yang digunakan, melainkan juga hal-hal lain seperti kecenderungan adanya tim kuda hitam yang mampu melaju hingga semifinal di hampir setiap edisi sejak saat itu hingga kejutan-kejutan selama putaran final.

Sejatinya edisi 1986 bukan diselenggarakan di Meksiko, melainkan di Kolombia yang telah ditunjuk FIFA menjadi tuan rumah sejak tahun 1974. Sayangnya, negara di kawasan Amerika Selatan tersebut mundur karena alasan finansial di tahun 1983. Mereka hanya menyanggupi penyelenggaraan dengan format 16 tim. FIFA tentunya tidak bisa mengabulkannya mengingat peserta sudah ditambah menjadi 24 tim sejak Spanyol 1982. Maka organisasi tertinggi sepakbola dunia itu pun segera memilih tuan rumah baru. Tiga negara zona CONCACAF pun mengajukan diri, AS, Kanada dan Meksiko. Pada akhirnya, negara terakhirlah yang terpilih.

Serba-serbi Piala Dunia 1986

Dibandingkan edisi-edisi lainnya, edisi 1986 mungkin tidak terlalu banyak memiliki fakta menarik. Pasang taruhan anda untuk laga-laga di Piala Dunia Qatar 2022 di link alternatif m88. Berikut serba-serbi yang ada di piala dunia  kedua bagi Meksiko ini:

  • Sempat dibayangi penundaan akibat gempa bumi yang menyerang Meksiko di bulan September 1985, namun beruntungnya tidak ada satudion yang rusak dan piala dunia tetap berlangsung sesuai rencana.
  • Denmark, Kanada dan Irak menjalani debutnya
  • Maroko menjadi tim Afrika pertama yang mampu lolos dari babak penyisihan grup piala dunia
  • Portugal disibukkan dengan isu mogok pemain dengan latar belakang disharmoni dalam tim, konflik dengan pihak sponsor, masalah akomodasi, indisipliner hingga doping yang membuat mereka gagal lolos ke babak 16 besar. Peristiwa itu dikenal dengan istilah ‘Skandal Santilla’.
  • Letak geografis kota-kota Meksiko yang memiliki ketinggian diatas rata-rata sempat mengkhawatirkan tim-tim Eropa
  • Atraksi dari penonton, Mexican Waves, lahir disini.

Maradona Menjadi Lakon Utama

Piala dunia 1986 memiliki banyak peristiwa menarik sebenarnya sepanjang turnamen seperti kejutan Denmark dan Maroko di babak penyisihan, laga seru Belgia vs Uni Soviet yang banjir gol di babak perdelapan final hingga sukses Jan Coulemans dkk melaju hingga semifinal ataupun gol salto indah Manuel Nagrete bagi tim tuan rumah yang juga terjadi di 16 besar hingga melempemnya juara bertahan Italia selama putaran final. Namun layaknya semua film, semuanya hanyalah pelengkap bagi lakon utama, Diego Maradona yang menguasai panggung.

Ia nyaris sendirian memimpin tim Tango menuju gelar keduanya dengan mencetak lima gol dan lima umpan gol sepanjang turnamen. Bahkan di laga perempat final melawan Inggris, Maradona mencetak dua gol ikonik yang menggambarkan dua sisi El Dios sebagai ‘manusia setengah dewa’, yaitu gol ‘tangan Tuhan’ dan gol ajaib yang dinobatkan gol terbaik abad ini oleh FIFA di tahun 2000. Setelah menyingkirkan Uruguay di babak 16 besar dan Belgia di semifinal, daya magis si boncel ini tak berhenti di partai puncak. Menghadapi Jerman (Barat) yang susah payah menuju final usai menyingkirkan Maroko, Meksiko dan Prancis di fase gugur, Maradona kembali berperan meski dikawal ketat Lothar Mathaeus plus barisan pertahanan Die Mannschaft dan Argentian pun unggul 3-2 di salah satu laga final piala dunia terbaik. Meksiko 1986 seakan menjadi ajang menahbiskan kapten Albiceleste tersebut sebagai legenda.

Top skor: Gary Lineker (Inggris) – 6 gol

Pemain terbaik: Diego Maradona (Argentina)

Pemain muda terbaik : Enzo Scifo (Belgia)