Piala Dunia 2006 mungkin merupakan sebuah penanda buruk yang tak ingin diingat kembali oleh para raksasa Amerika Latin, Brasil dan Argentina, apalagi Uruguay. Sejak saat itu para jawara dunia non Eropa seakan memasuki masa kelam dimana mereka belum bisa merengkuh trofi tertinggi FIFA tersebut hingga saat ini. Di lain pihak, para wakil Eropa seakan kian mendominasi.
Terpilihnya Jerman sebagai tuan rumah edisi 2006 sejatinya sempat diselimuti oleh kontroversi dengan munculnya isu suap. Jerman hanya unggul tipis saja dari Afrika Selatan dalam pemungutan suara yang berlangsung hingga tiga putaran. Meski begitu, piala dunia ini pada akhirnya berjalan sukses dan menjadi salah satu edisi yang paling banyak disaksikan lewat televisi dalam sejarah.
Serba-serbi Piala Dunia 2006
Jerman 2006 tetap memiliki beberapa fakta menarik baru. Pasang taruhan anda untuk laga-laga di Piala Dunia 2022 di link alternatif m88. Berikut serba-serbi piala dunia perdana yang diadakan di Jerman bersatu:
- Juara bertahan tidak lagi langsung lolos ke putaran final, sehingga kick off diawali dengan laga perdana tim tuan rumah seperti yang dilakukan di edisi piala dunia sebelum 1974.
- Ghana, Pantai Gading, Togo, Trinidad dan Tobago plus Angola menjalani debutnya.
- Serbia & Montenegro menjadi tim gabungan pertama yang tampil di putaran final, meski ironisnya Montenegro menyatakan kemerdekaanya sebulan sebelum turnamen dimulai.
- Untuk pertama kalinya sejak 1982, enam konfederasi anggota FIFA berhasil meloloskan wakilnya usai Australia lolos kembali ke putaran final sejak 1974. Ironisnya, 2006 adalah terakhir kalinya mereka tampil sebagai wakil Oseania setelah permohonannya untuk pindah ke zona AFC disetujui di tahun yang sama.
- Stadion Olimpiade Munich yang menjadi venue laga puncak di edisi 1974 justru tidak masuk daftar stadion yang digunakan selama turnamen.
- Ide Fans Zone yang diawali disiini sukses besar dan dilanjutkan di edisi-edisi berikutnya.
Piala Dunia Rasa Piala Eropa Jilid 2
Inilah untuk kedua kalinya piala dunia lebih terasa seperti piala Eropa dimana seluruh semifinalis dari UEFA. Hal ini agak mengejutkan mengingat Brasil dan Argentina jadi favorit utama.
Tim Samba yang dipimpin oleh Ronaldinho tampil melempem. Gocekan magisnya tidak muncul. Yang lebih terlihat malah kapten Selecao ini terlihat kelelahan. Brasil pun disingkirkan oleh Prancis di perempat final. Sementara, Argentina sejatinya tampil apik sepanjang turnamen namun apesnya harus takluk dari tuan rumah di perempat final lewat adu penalti.
Lagi-lagi mirip Spanyol 1982, Italia lah yang tampil bagus justru setelah Liga Italia tersandung kasus pengaturan skor Calciopoli. Anak asuhan Marcelo Lippi tampil konsisten dengan susunan pemain yang nyaris tidak pernah sama di ketujuh laga yang dilaluinya. Dewi fortuna tampaknya memang sedang berpihak kepada mereka saat itu. Italia hanya bersua Australia di perdelapan final lewat penalti di menit terakhir yang kontroversial, Ukraina di perempatfinal, Jerman yang miskin kreativitas di semifinal serta Prancis yang kehilangan sang jendral lapangan, Zinedine Zidane, di babak perpanjangan waktu laga final akibat insiden sundul dada kepada Marco Materazzi. Andrea Pirlo dan kolega pun akhirnya unggul lewat drama adu penalti dengan skor 5-3. Itulah penampilan terakhir Italia yang mampu melaju jauh. Selanjutnya, mereka selalu gagal lolos dari babak penyisihan di dua edisi berikutnya dan bahkan absen di putaran final 2018 dan 2022.
Top skor: Miroslav Klose (Jerman) – 5 gol.
Pemain terbaik: Zinedine Zidane (Prancis)
Pemain muda terbaik: Lukas Podolski (Jerman)