Lompat ke konten
Home » Piala Dunia 1978, Dibawah Ancaman Junta Militer

Piala Dunia 1978, Dibawah Ancaman Junta Militer

  • oleh
Piala Dunia 1978

Piala Dunia 1978 merupakan edisi piala dunia pertama yang dikenal dengan kontroversi sejak Italia 1934. Hal ini tak bisa lepas dari pengaruh junta militer pimpinan Jorge Videla yang baru menguasai pemerintahan Argentina dua tahun sebelumnya. Ancaman dari junta militer tersebut ternyata berakibat negatif terhadap penyelenggaraan putaran final.

Argentina terpilih menjadi tuan rumah piala dunia di konggres FIFA di London 1966. Edisi 1978 adalah yang terakhir dengan format 16 peserta. Namun, kehadiran junta militer tersebut benar-benar mengkhawatirkan sejumlah kontestan. Kebijakan pemerintahan diktator Videla yang dikenal gemar ‘menghilangkan’ siapapun yang dianggap membahayakan mulai memakan korban penting, yaitu presiden panitia pelaksana Piala Dunia, Omar Actis. Beruntung tidak ada peristiwa yang tidak diinginkan selama kompetisi berlangsung.

Serba-serbi Piala Dunia 1978

Argentina 1978 memiliki beberapa fakta menarik piala dunia yang berbeda ketimbang edisi sebelumnya. Pasang taruhan anda untuk laga-laga di Piala Dunia Qatar 2022 di link alternatif m88. Berikut serba-serbi tentang piala dunia pertama di Amerika Selatan sejak edisi 1962 ini:

  • Iran dan Tunisia menjalani debutnya.
  • Sejumlah bintang menolak tampil karena alasan keamanan seperti Franz Beckenbauer, Johan Cruyff dan Paul Breitner.
  • Brasil sengaja ditempatkan untuk bermain di Mar del Plata yang dikenal memiliki stadion dengan lapangan buruk agar mengganjal performa tim Samba sepanjang turnamen.
  • Di laga ketiga penyisihan grup A antara Prancis dan Hungaria, tim Ayam Jantan harus mencari jersey berwarna lain karena kedua tim hanya membawa stok jersey putih. Mereka akhirnya menggunakan jersey dari klub lokal di Mar del Plata, Atletico Kimberley, yang berwarna strip hijau putih.
  • Pemain Skotlandia, Willie Johnston didepak dari turnamen karena terbukti doping saat bertanding lawan Peru.
  • Performa pemain terbaik dan top skor, Mario Kempes, melempem di babak penyisihan saat masih memelihara kumisnya. Namun, performanya langsung mengkilap sejak fase kedua grup setelah mencukur kumisnya atas saran sang pelatih.

Tuan Rumah Diuntungkan Sejumlah Kontroversi 

Sejak awal turnamen, suara-suara miring mengenai kemungkinan diuntungkannya tuan rumah oleh junta militer demi propaganda dan legitimasi politik, persis seperti yang pernah dilakukan Benito Mussolini di edisi 1934. Beberapa keuntungan bagi Argentina adalah selalu mendapat jatah bertanding di malam hari pada jadwal piala dunia 1978 sehingga sudah mengetahui hasil pertandingan lain, sejumlah keputusan wasit yang menguntungkan seperti di laga versus Hungaria dan Prancis di babak penyisihan. Lalu di fase kedua grup, tim Tango dicurigai menyuap Peru agar kalah 6-0 di laga terakhir babak tersebut agar bisa menyingkirkan Brasil dan lolos ke final. Meskipun tidak terbukti, namun pertandingan itu dianggap janggal dan pemain yang dituduh terlibat adalah kiper Peru yang kelahiran Argentina. Sayangnya lagi-lagi, tidak bisa dibuktikan.

Pada akhirnya tim asuhan Cesar Minotti menantang finalis 1974, Belanda minus Johan Cruyff. Tim Oranye sendiri sempat tampil kurang meyakinkan setelah hanya lolos sebagai runner up di babak penyisihan. Baru di fase kedua Johan Neeskens dkk tampil garang dengan membantai Austria 5-1, menahan Jerman 2-2 dan membekuk Italia 2-1. Laga final sendiri berlangsung menarik dan skor sempat imbang 1-1 dalam 90 menit. Bahkan Belanda berpeluang emas menjadi juara ketika tendangan Rob Resenbrink hanya membentur mistar gawang tuan rumah. Argentina akhirnya berpesta usai mencetak dua gol di babak tambahan di tengah sejumlah kontroversi.

Top skor: Mario Kempes (Argentina) – 6 gol

Pemain terbaik: Mario Kempes (Argentina)

Pemain muda terbaik : Antonio Cabrini (Italia)